Perbuatan baik yang dilakukan oleh orang lain kepada kita sudah sepantasnya kita balas dengan yang sebanding, kalau kita tidak bisa membalas dengan pemberian maka minimal kita mengucapkan ucapan yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu
"jazakallahu khairan"
atau bila di perinci panjang pendeknya ditulis, “JazaakAllaahu Khairan”, yang maknanya adalah “Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang setimpal.”
Kalimat di atas di baca ketika dhomirnya adalah kata ganti ke-2 seorang lelaki tunggal, adapun kalau dhomirnya adalah kata ganti ke-2 perempuan tunggal maka kalimatnya di rubah menjadi,
"Jazakillah khairan"
Artinya sama, hanya kalimat ini ditujukan untuk perempuan tunggal.
Kalau kata gantinya adalah jamak, maka dirubah menjadi,
"jazakumullahu khairan"
Dan seterusnya…
Jadi, penulisan sebagian ikhwah yang menuliskannya dengan tulisan “jazakAllah” saja, adalah kurang tepat, maksud dari jazakallah di atas adalah apa? Semoga Allah membalas dengan kebaikan atau dengan keburukan?, maka menyebutkan kalimat yang Rasulullah ajarkan adalah lebih baik, “jazakAllahu khairan, jazahullahu khairan, jazakumullahu khairan dst…. sesuai konteksnya.”
Semoga bermanfaat…
Sumber : milis pengusahamuslim.com
Kamis, Maret 12, 2009
Senin, Februari 16, 2009
Iman Dan Taqwa Landasan Mencapai Kesuksesan
Assalamualaikum wr. wb,
Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan hikmah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah ta'ala:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Adz Dzariyaat:56- 58)
Allah ta'ala telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik.
Sehingga Allah ta'ala pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (QS. Al Mu'minuun : 115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah ta'ala tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, kemudian tidak dimintai pertanggungjawaban atas semua perilakunya di dunia ini.
Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) surga atau neraka.
Adapun orang-orang kafir dan musyrik dan sejenis mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa mereka diciptakan di kehidupan dunia ini seperti diciptakannya binatang ternak dan agar menikmati kehidupan ini seperti kehidupan binatang ternak. Keadaan dan pernyataan mereka menyatakan, seperti yang Allah ta'ala ceritakan:
Dan mereka berkata:"Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa." (QS. Al Jaatsiyah. :24).
Lalu Allah menghukumi mereka dengan firmanNya:
"Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jaatsiyah :24)
Allah ta'ala juga mengancam mereka dengan api neraka sebagai tempat kembali mereka dengan sebab keyakinan tersebut, dalam firmanNya:
"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad : 12)
Karena mereka tidak beriman kepada kebangkitan dan hari pembalasan dan tidak juga beriman kepada negeri akherat! Sehingga mereka seperti orang-orang kafir dan munafiq yang Allah ta'ala sifatkan dengan firmanNya:
"Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Al Baqarah : 18)
Sedangkan orang kafir Allah ta'ala nyatakan:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al Baqarah : 171)
Maknanya mereka tidak mau mendengarkan kebenaran, dan seandainya mau mendengarkan pun mereka tidak mau menerimanya. Mereka tidak berbicara dengan kebenaran, seandainyapun mereka berbicara tentu tidak akan dikerjakan dan diamalkan. Bahkan mereka memperturutkan kemauan hawa nafsunya sehingga jadilah mereka seperti kedudukan hewan!.
Kemudian Allah ta'ala membuat permisalan lain dalam firmanNya:
"Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja".(QS. Al Baqarah : 171)
Allah ta'ala jadikan mereka seperti onta dan kambing yang dipanggil penggembalanya, namun hewan-hewan tersebut tidak bisa memahami panggilannya, dan mereka hanyalah mendengar suara dan mengikuti sumbernya. Ini adalah permisalan buruk untuk mereka.
Sepatutnya seorang muslim mengambil pelajaran dan menjauhkan diri dari meniru mereka, itu dengan memiliki pandangan jauh, pendengaran yang dapat mengambil manfaat dan akal yang berfikir tentang hal-hal yang bemanfaat.
Demikianlah, seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan proporsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah ta'ala dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu, orang yang paling sukses dan paling mulia di sisi Allah ta'ala adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta'ala:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al Hujuraat:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
1. I'tishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah ta'ala dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal ini pun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
2. I'tishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah ta'ala dari seluruh rintangan dan halangan dalam mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab, seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada I'tishom billahi dan I'tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I'tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I'tishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan di atas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I'tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I'tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan. [Pernyataan beliau diambil dari kitab Bada'i Al Tafasir Al Jaami' Litafsir imam Ibni Qayyim Al Jauziyah, karya Yasri Al Sayyid Muhammad, terbitan Dar Ibnul Jauzi 1/506-507.]
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah ta'ala anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Wassalamualaikum wr. wb,
Sumber : http://ustadzkholid .com/manhaj/ iman-d ... asan-mencapai- kesuksesan/
Posting: H. Umar Hapsoro
Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan hikmah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah ta'ala:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Adz Dzariyaat:56- 58)
Allah ta'ala telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik.
Sehingga Allah ta'ala pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (QS. Al Mu'minuun : 115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah ta'ala tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, kemudian tidak dimintai pertanggungjawaban atas semua perilakunya di dunia ini.
Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) surga atau neraka.
Adapun orang-orang kafir dan musyrik dan sejenis mereka adalah orang yang berkeyakinan bahwa mereka diciptakan di kehidupan dunia ini seperti diciptakannya binatang ternak dan agar menikmati kehidupan ini seperti kehidupan binatang ternak. Keadaan dan pernyataan mereka menyatakan, seperti yang Allah ta'ala ceritakan:
Dan mereka berkata:"Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa." (QS. Al Jaatsiyah. :24).
Lalu Allah menghukumi mereka dengan firmanNya:
"Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS. Al Jaatsiyah :24)
Allah ta'ala juga mengancam mereka dengan api neraka sebagai tempat kembali mereka dengan sebab keyakinan tersebut, dalam firmanNya:
"Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka. (QS. Muhammad : 12)
Karena mereka tidak beriman kepada kebangkitan dan hari pembalasan dan tidak juga beriman kepada negeri akherat! Sehingga mereka seperti orang-orang kafir dan munafiq yang Allah ta'ala sifatkan dengan firmanNya:
"Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Al Baqarah : 18)
Sedangkan orang kafir Allah ta'ala nyatakan:
"Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti." (QS. Al Baqarah : 171)
Maknanya mereka tidak mau mendengarkan kebenaran, dan seandainya mau mendengarkan pun mereka tidak mau menerimanya. Mereka tidak berbicara dengan kebenaran, seandainyapun mereka berbicara tentu tidak akan dikerjakan dan diamalkan. Bahkan mereka memperturutkan kemauan hawa nafsunya sehingga jadilah mereka seperti kedudukan hewan!.
Kemudian Allah ta'ala membuat permisalan lain dalam firmanNya:
"Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja".(QS. Al Baqarah : 171)
Allah ta'ala jadikan mereka seperti onta dan kambing yang dipanggil penggembalanya, namun hewan-hewan tersebut tidak bisa memahami panggilannya, dan mereka hanyalah mendengar suara dan mengikuti sumbernya. Ini adalah permisalan buruk untuk mereka.
Sepatutnya seorang muslim mengambil pelajaran dan menjauhkan diri dari meniru mereka, itu dengan memiliki pandangan jauh, pendengaran yang dapat mengambil manfaat dan akal yang berfikir tentang hal-hal yang bemanfaat.
Demikianlah, seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan proporsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah ta'ala dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu, orang yang paling sukses dan paling mulia di sisi Allah ta'ala adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta'ala:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" (QS. Al Hujuraat:13)
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
1. I'tishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah ta'ala dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal ini pun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu;
2. I'tishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah ta'ala dari seluruh rintangan dan halangan dalam mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya.
Sebab, seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada I'tishom billahi dan I'tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I'tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I'tishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan di atas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I'tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I'tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan. [Pernyataan beliau diambil dari kitab Bada'i Al Tafasir Al Jaami' Litafsir imam Ibni Qayyim Al Jauziyah, karya Yasri Al Sayyid Muhammad, terbitan Dar Ibnul Jauzi 1/506-507.]
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah ta'ala anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Wassalamualaikum wr. wb,
Sumber : http://ustadzkholid .com/manhaj/ iman-d ... asan-mencapai- kesuksesan/
Posting: H. Umar Hapsoro
Minggu, Februari 15, 2009
Selasa, Februari 10, 2009
Tebarkan Salam
Assalamualaikum wr. wb,
Syariat Islam yang sempurna mengajarkan kaum muslimin untuk selalu meningkatkan kecintaan terhadap saudara semuslim, merekatkan persaudaraan dan kasih sayang. Dan untuk mewujudkan hubungan persaudaraan dan kasih sayang ini, maka syariat Islam memerintahkan untuk menyebarkan salam.
Syiar Islam yang satu ini adalah termasuk syiar Islam yang sangat besar dan penting. Namun begitu, sekarang ini salam sering sekali ditinggalkan dan diganti dengan salam salam yang lain, entah itu dengan good morning, selamat pagi, selamat siang, salam sejahtera atau sejenisnya. Tentunya seorang muslim tidak akan rela apabila syariat yang penuh berkah lagi manfaat ini kemudian diganti dengan ucapan-ucapan lain.
Allah berfirman, "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?" (Al Baqarah: 61). Dan sungguh apa yang ditetapkan Allah untuk manusia, itulah yang terbaik.
Perintah dari Allah
Allah berfirman, "Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik." (Qs. An Nur: 61)
Syaikh Nashir As Sa'di berkata,
"Firman-Nya: Salam dari sisi Allah, maksudnya Allah telah mensyari'atkan salam bagi kalian dan menjadikannya sebagai penghormatan dan keberkahan yang terus berkembang dan bertambah.
Adapun firman-Nya: yang diberi berkat lagi baik, maka hal tersebut karena salam termasuk kalimat yang baik dan dicintai Allah. Dengan salam maka jiwa akan menjadi baik serta dapat mendatangkan rasa cinta." (Lihat Taisir Karimir Rohman)
Perintah dari Nabi
Baro' bin Azib berkata, "Rasulullah melarang dan memerintahkan kami dalam tujuh perkara: Kami diperintah untuk mengiringi jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan menolong orang yang dizholimi, memperbagus pembagian, menjawab salam dan mendoakan orang yang bersin…" (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, "Perintah menjawab salam maksudnya yaitu menyebarkan salam di antara manusia agar mereka menghidupkan syariatnya." (Lihat Fathul Bari 11/23)
Dari Abu Huroiroh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah kalian masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian."(HR. Muslim).
Dari Abdulloh bin Salam, Rasulullah bersabda, "Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam di antara kalian, berilah makan sambunglah tali silaturahmi dan shalatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat." (Shohih. Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad)
Etika Salam
Imron bin Husain berkata, "Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi seraya mengucapkan Assalamu 'alaikum. Maka nabi menjawabnya dan orang itu kemudian duduk. Nabi berkata, "Dia mendapat sepuluh pahala." Kemudian datang orang yang lain mengucapkan Assalamu 'alaikum warahmatullah. Maka Nabi menjawabnya dan berkata, "Dua puluh pahala baginya." Kemudian ada yang datang lagi seraya mengucapkan Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh. Nabi pun menjawabnya dan berkata, "Dia mendapat tiga puluh pahala." (Shohih. Riwayat Abu dawud, Tirmidzi dan Ahmad)
Dari hadits tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
Memulai salam hukumnya sunnah bagi setiap individu, berdasar pendapat terkuat.
Menjawab salam hukumnya wajib, berdasarkan kesepakatan para ulama.
Salam yang paling utama yaitu dengan mengucapkan Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh, kemudian Assalamu'alaikum warahmatullah dan yang terakhir Assalamu'alaikum.
Menjawab salam hendaknya dengan jawaban yang lebih baik, atau minimal serupa dengan yang mengucapkan. Allah berfirman "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu." (Qs. An Nisa: 86)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, "Hendaknya orang yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan. Yang berjalan kepada yang duduk yang sedikit kepada yang banyak." (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam lafazh Bukhari, "Hendaklah yang muda kepada yag lebih tua." Demikianlah pengajaran Rosul tentang salam. Namun orang yang meninggalkan tatacara salam seperti pada hadits ini tidaklah mendapat dosa, hanya saja dia telah meninggalkan sesuatu yang utama.
Salam Kepada Orang yang Dikenal dan Tidak Dikenal
Termasuk mulianya syariat ini ialah diperintahkannya kaum muslimin untuk memberi salam baik pada orang yang dikenal maupun orang yang belum dikenal. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari kiamat apabila salam hanya ditujukan kepada orang yang telah dikenal." (Shohih. Riwayat Ahmad dan Thobroni)
Wassalamu'alaikum wr. wb,
(Disadur dari majalah Al Furqon edisi 9 th III)
***
Penulis: Abu Yusuf Johan Lil Muttaqin
Artikel www.muslim.or. id
Ingatlah!
Assalamu'alaikum wr.wb,
Ya Allah! Jadikan kami termasuk golongan para auliya'-Mu. Yaitu, mereka yang tiada memiliki rasa takut dan tidak pula merasa bersedih hati sedikitpun. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa beriman serta benar-benar bertakwa. Merekalah yang akan memperoleh kabar gembira di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa dipilih oleh Allah sebagai kekasih-Nya dan diridhai-Nya maka ia tidak akan merasa takut pada hari kiamat, juga tidak akan bersedih. Ia akan hidup bahagia, di dunia maupun di akhirat.
Said bin Jabir meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah saw suatu waktu pernah ditanya, "Siapakah auliya' (para kekasih) Allah itu?" Rasulullah saw menjawab, "Para auliya' Allah adalah orang-orang yang senantiasa mengingat Allah dengan penglihatan mereka".
Umar bin al-Khattab pernah mengatakan -berkenaan dengan ayat yang menerangkan tentang para kekasih Allah, bahwa Rasulullah bersabda, "Diantara hamba-hamba Allah, ada hamba-hamba yang bukan nabi, bukan pula syuhada'. Tetapi, kelak pada hari kiamat, para nabi dan para syuhada' cemburu atas kedudukan mereka di sisi Allah SWT".
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah! Beritahukanlah kepada kami, siapakah mereka dan apa perbuatan mereka? Mungkin kami akan mencintai mereka!" Rasulullah menjawab, "Mereka adalah sekelompok manusia (suatu kaum) yang saling mencintai dalam ridha Allah, bukan karena ada hubungan keluarga, juga bukan oleh motif harta-benda yang bisa membuat mereka saling memberi dan menerimanya. Demi Allah! Wajah-wajah mereka ketika itu, benar-benar bercahaya! Dan mereka berada diatas mimbar-mimbar cahaya!" Kemudian Rasulullah saw membacakan salah satu ayat al-Qur'an:
"Ingatlah, sesungguhnya para auliya' Allah itu tidak memiliki rasa takut dan tidak pula bersedih"> (QS. Yunus: 62)
Ali bi Abu Thalib menyatakan, "Para auliya' Allah adalah suatu kaum yang wajahnya pucat karena terjaga pada malam hari, matanya kuyu karena sering menangis,perutnya kecil dan kerempeng karena sering lapar (puasa), dan serta bibirnya kering karena (makan) kulit anggur".
Disebutkan makna kalimat la khaufun 'alaihim adalah, bahwa mereka tidak memiliki rasa takut atas anak keturunan (dzurriyat) mereka, karena Allah telah melindungi mereka. Sedangkan maksud dari kalimat wala hum yahzannun, adalah bahwa mereka tidak merasa sedih terhadap urusan dunia mereka, karena Allah akan menggantikannya dengan anak-anak mereka. Allah adalah menjadi pelindung sekaligus pelayan bagi mereka.
Abu Darda' pernah bertanya kepada Rasulullah saw mengenai firman Allah SWT yang menyatakan:
"Mereka akan memperoleh busyra (kegembiraan; kebahagiaan) di kehidupan dunia dan kehidupan akhirat". (QS. Yunus: 64)
Ketika itu Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang pun yang bertanya kepadaku tentang ayat itu sejak ia di turunkan selain dirimu. Al-busyra adalah mimpi yang benar, yang dapat dilihat oleh seorang Muslim, atau yang diperlihatkan kepadanya".
Ada juga penafsiran yang menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh ayat tersebut ialah al-busyra itu kabar kegembiraan yang diberikan oleh malaikat kepada seorang mukmin ketika menjelang wafat, berupa surga dan pengampunan dari Allah. Hal ini didasarkan pada firman Allah sebagai berikut:
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa "Tuhan Kami adalah Allah", kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindung mu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan, dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Fushshilat: 30-32)
Dalam hadis al-Barra' disebutkan, "Sesungguhnya seorang mukmin apabila kematian telah mendatanginya, maka para malaikat akan datang menjemput mereka dengan memperlihatkan wajahnya yang putih bersih dan pakaian serba putih pula. Para malaikat itu kemudian berkata, "Keluarlah wahai Ruh yang baik, nikmatilah perjalananmu yang menyenangkan, tanpa kemurkaan dari Tuhanmu". Lalu keluarlah ruh itu dari mulut si mukmin sebagaimana keluarnya tetesan air dari mulut hujan.
Adapun mengenai al-busyra yang diberikan kepada orang-orang yang beriman pada hari akhirat, maka hal itu adalah sebagaimana firman Allah:
"Mereka tidak disusahkan oleh kedasyatan yang besar (pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): "Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu'". (QS. al-Anbiya': 103)
Firman Allah:
"(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan disebelah kanan mereka , (dikatakan kepada mereka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak". (QS. al-Haid: 12)
Inilah janji Allah, ....janji Allah tidak akan berganti, tidak akan dilanggar, serta tidak akan pernah berubah. Janji Allah adalah keberuntungan yang besar bagi orang yang telah memperolehnya.
Wassalamua'laikum wr. wb,
Sumber : Rabi'ah Sang Obor Cinta
Penerjemah : Thalib Haqqi
Penyunting : Fahda Rasyiq
Jumat, Januari 30, 2009
Cinta, Takut dan Harap Kepada Allah Ta'ala
Ibadah bukanlah sekedar gerakan jasad yang terlihat oleh mata, namun juga harus menyertakan yang lain. Sebagaimana seseorang yang sedang melaksanakan sholat, ia tidak hanya bergerak untuk melaksanakan setiap rukun dan wajib sholat, tetapi juga harus menghadirkan hati sebagai ruh sholat tersebut. Bahkan jika seseorang menampakkan kekhusyukan badan dan hatinya kosong dan bermain-main maka ia terjatuh dalam kekhusyukan kemunafikan.
Ketahuilah, bahwa ibadah seorang hamba harus dibangun oleh tiga pilar, dan ketiganya harus terkumpul seluruhnya dalam setiap muslim. Ibadah seseorang tidaklah akan benar dan sempurna kecuali dengan adanya pilar-pilar tersebut. Bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai `rukun ibadah'. Tiga hal itu adalah "cinta, takut dan harap". Sehingga seorang salaf berkata, "Barang siapa beribadah kepada Alloh dengan cinta saja maka dia seorang zindiq, barang siapa beribadah hanya dengan khouf (takut) saja maka haruri (khowarij), barang siapa beribadah hanya dengan rasa harap saja maka dia seorang murji' dan barang siapa yang beribadah dengan cinta, takut dan harap maka dia seorang mukmin."
Cinta
Cinta adalah rukun ibadah yang terpenting, karena cinta adalah pokok ibadah. Makna cinta tidak terbatas hanya kepada hubungan kasih antara dua insan semata, namun sesungguhnya makna dari cinta itu lebih luas dan dalam. Kecintaan yang paling agung dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah kecintaan kita kepada Alloh. Dimana jika seorang hamba mencintai Alloh, maka dia akan rela untuk melakukan seluruh hal yang diperintahkan dan menjauhi seluruh hal yang dilarang oleh yang dicintainya tersebut. Cinta kepada Alloh juga mengharuskan membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Alloh. Sesungguhnya apabila ditanyakan kepada setiap muslim "Apakah anda mencintai Alloh?" maka tentu dia akan menjawab "Tentu saja".
Namun pernyataan tanpa bukti tidaklah bermanfaat. Alloh tidak membutuhkan pernyataan belaka, Dia menginginkan agar kita membuktikan pernyataan kita "Aku cinta Alloh". Oleh karena itulah, Alloh menguji setiap muslim dalam firman-Nya, "Katakanlah (wahai muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31). Ya, bukti kecintaan kita kepada Alloh adalah dengan mengikuti Rasululloh dalam segala hal. Bahkan kecintaan kita terhadap beliau harus lebih dari kecintaan kita terhadap diri sendiri dan keluarga. Beliaulah teladan baik dalam aqidah, ibadah, akhlak, muamalah dan sebagainya. Alloh berfirman, "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al Ahzab: 21)
Maka jika kita mencintai Alloh, mari kita buktikan dengan menjadikan Rasululloh sebagai panutan kita, bukan dengan menjadikan orang-orang kafir sebagai panutan, walaupun mereka itu populer dan terkenal seperti artis, selebritis dan semacamnya. Karena sesungguhnya Rosululloh bersabda "Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya (di hari akhirat nanti)." (HR. Muslim). Dimana makna dari hadits ini adalah jika ketika di dunia kita mencintai orang-orang shaleh (seperti para rosul dan nabi) dan menjadikan mereka teladan, maka di akhirat nanti kita akan bersama mereka, dan sebaliknya jika ketika di dunia kita mencintai orang-orang kafir dan menjadikan mereka teladan, maka di akhirat nanti kita pun akan bersama mereka. Bukankah tempat mereka di akherat merupakan seburuk-buruk tempat. Duhai, betapa musibah yang sangat besar!
Takut
Pilar lainnya yang mesti ada dalam ibadah seorang muslim adalah rasa takut. Dimana dengan adanya rasa takut, seorang hamba akan termotivasi untuk rajin mencari ilmu dan beribadah kepada Alloh semata agar bebas dari murka dan adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah yang juga dapat mencegah keinginan seseorang untuk berbuat maksiat. Alloh berfirman, "(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat." (Al Anbiya: 49)
Rasa takut ada bermacam-macam, namun yang takutnya seorang muslim ialah takut akan pedihnya sakaratul maut, rasa takut akan adzab kubur, rasa takut terhadap siksa neraka, rasa takut akan mati dalam keadaan yang buruk (mati dalam keadaan sedang bermaksiat kepada Alloh), rasa takut akan hilangnya iman dan lain sebagainya. Rasa takut semacam inilah yang harus ada dalam hati seorang hamba.
Harap
Pilar berikutnya yang harus ada dalam ibadah seorang hamba adalah rasa harap. Rasa harap yang dimaksud adalah antara lain harapan akan diterimanya amal kita, harapan akan dimasukkan surga, harapan untuk berjumpa dengan Alloh, harapan akan diampuni dosa, harapan untuk dijauhkan dari neraka, harapan diberikan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat dan lain sebagainya. Rasa harap inilah yang dapat mendorong seseorang untuk tetap terus berusaha untuk taat, meskipun sesekali dia terjatuh ke dalam kemaksiatan namun dia tidak putus asa untuk terus berusaha sekuat tenaga untuk menjadi hamba yang taat. Karena dia berharap Alloh akan mengampuni dosanya yaitu dengan jalan bertaubat dari kesalahannya tersebut dan memperbanyak melakukan amal kebaikan. Sebagaimana firman Alloh "Wahai hamba-hamba- Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az Zumar: 53)
Harapan berbeda dengan angan-angan. Sebagai contoh orang yang berharap menjadi orang baik maka ia akan melakukan hal-hal yang merupakan ciri-ciri orang baik, sedangkan orang yang berkeinginan menjadi orang baik namun tidak berusaha untuk melakukan kebaikan maka orang-orang inilah yang tertipu oleh angan-angan dirinya sendiri.
Urgensi Cinta, Takut dan Harap Dalam Ibadah
Ketiga pilar yang telah disebutkan di atas harus terdapat dalam setiap ibadah seorang hamba. Tidaklah benar ibadah seseorang jika satu saja dari ketiga hal tersebut hilang. Seseorang yang memiliki rasa takut yang berlebihan akan menyebabkan dirinya putus asa, sedangkan jika rasa takutnya rendah maka dengan mudahnya dia akan bermaksiat kepada Tuhannya.
Kebalikannya seseorang yang berlebihan rasa harapnya akan menyebabkan dia mudah bermaksiat dan jika rendah rasa harapnya maka dia akan mudah putus asa. Sedangkan kedudukan cinta, maka cinta inilah yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Sehingga diibaratkan bahwa kedudukan ketiga pilar ini dalam ibadah bagaikan kedudukan seekor burung, dimana rasa takut dan harap sebagai kedua sayapnya yang harus seimbang dan rasa cinta sebagai kepalanya yang merupakan pokok kehidupannya.
***
Penulis: Abu Uzair Boris Tanesia
Artikel www.muslim.or. id
Ilmu Pengetahuan
Bab (Pasal)
Ilmu Pengetahuan
Sumber : Riadhus Shalihin
Penulis : An-Nawawi, Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf
_____________________________________________________
Assalamualaikum wr. wb,
Firman Allah :
"Katakanlah: Tuhanku tambahkan bagiku ilmu pengetahuan" .
(QS. Toha 114)
Firman Allah :
"Katakanlah: Apakah dapat disamakan orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui". (QS. Zumar 9)
Firman Allah :
"Allah mengangkat derajat orang yang percaya dan orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat". (Mujahadah 11)
Firman Allah :
"Sesungguhnya yang takut benar kepada Allah, hanyalah mereka yang berilmu pengetahuan. (Orang Ulama'). (Fathir 28)
1. Mu'awiyah r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapa yang dikehendaki oleh Allah akan mendapat kebaikan, maka dipandaikan dalam agama". (Buchary, Muslim)
2. Ibn Mas'ud r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak boleh menginginkan kepunyaan lain orang melainkan dua macam. Orang yang diberi oleh Allah kekayaan, maka dipergunakan untuk membela haq kebenaran, dan orang yang diberi oleh Allah ilmu pengetahuan, hikmat maka diajarkan kepada semua orang". (Buchary, Muslim)
3. Abu Musa r.a. berkata: Bersabda Rasulullah s.a.w.: "Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diberikan oleh Allah kepada saya bagaikan hujan yang turun ketanah, maka sebagian ada tanah yang subur (baik) dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta rumput yang banyak sekali. Dan adapula tanah yang keras menahan air, hingga berguna untuk minuman dan penyiram kebun tanaman, dan ada beberapa tanah hanya keras-kering tidak dapat menahan air dan tidak pula menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah contoh orang yang pandai di dalam agama Allah dan mempergunakan apa yang diberikan Allah kepadaku lalu mengajar, dan perumpamaan orang yang tidak dapat menerima petunjuk Allah yang telah ditugaskan kepadaku". (Buchary, Muslim)
4. Sahl bin Sa'ad r.a. berkata: Nabi s.a.w. bersabda kepada Ali: "Demi Allah, kalau Allah memberi hidayat kepada seorang karena ajaranmu, maka yang demikian itu bagimu lebih baik dari kekayaan binatang ternak yang merah-merah" . (Buchary, Muslim)
5. Abdullah bin Amru bin Al-'Ash r.a. berkata: Bersabda Nabi s.a.w.: "Sampaikan dari ajaranku walaupun hanya satu ayat, dan ceriterakan tentang Bani Israil dengan tiada terbatas. Dan siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja hendaknya menentukan tempatnya dalam api neraka". (Buchary)
6. Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapa yang berjalan di suatu jalan untuk menuntut ilmu pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke sorga". (Muslim)
7. Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Siapa yang mengajak orang kepada suatu jalan yang baik, maka ia mendapat pahala sebanyak pahala pengikutnya dengan tidak mengurangi dari pahala sendiri sedikitpun". (Muslim)
Wassalamualaikum wr. wb,
Posting : Drs. H. Umar Hapsoro Ishak
Tebarkan Ilmu & Amal Kebajikan
Langganan:
Postingan (Atom)