Rabu, Desember 24, 2008

Merasa Selalu Diawasi Allah


Mukaddimah

Kajian kali ini sangat urgen sekali untuk direnungi sekaligus diamalkan, sebab hanya dengan begitu semua amalan kita akan dapat bernilai. Betapa tidak, bukankah ketika melakukan suatu amalan, seorang hamba selalu berharap agar diganjar oleh Allah dan dinilai-Nya ikhlash karena-Nya bila amalan itu baik dan bila amalan itu buruk, pastilah seorang hamba takut ada yang mengetahuinya. Padahal semua itu pastilah diketahui oleh Allah sebab Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Karena itu, sudah sepantasnyalah seorang hamba merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah sehingga semua amalannya terjaga dan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Ini semua, tentunya berkat penjagaan seorang hamba terhadap Rabbnya di mana buahnya, Rabbnya pun akan selalu menjaganya.

Naskah Hadist

Dari Ibn `Abbas RA., dia berkata, "Suatu hari aku berada di belakang Nabi SAW., lalu beliau bersabda, `Wahai Ghulam, sesungguhnya ku ingin mengajarkanmu beberapa kalimat (nasehat-nasehat) , `Jagalah Allah, pasti Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul untuk memberikan suatu manfa'at bagimu, maka mereka tidak akan dapat memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. at-Turmudzy, dia berkata, `Hadits Hasan Shahih'. Hadits ini juga diriwayatkan Imam Ahmad)

Urgensi Hadits

Al-Hafizh Ibn Rajab RAH., berkata, "Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan kaidah Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen. Saking urgennya, sebagian ulama pernah berkata, `Aku sudah merenungi hadits ini, ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat sia-sia. Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan kurang memahami maknanya." (Lihat, Jaami' al-`Uluum, Jld.I, h.483)

Kosa Kata

Makna perkataannya:
Di belakang Nabi : yakni di atas kendaraannya
Wahai Ghulam : yakni bocah yang belum mencapai usia 10 tahun
Jagalah Allah : yakni jagalah aturan-aturan- Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah terhadap segala perintahnya serta jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan dan telah dicatat di Lauh al-Mahfuuzh

Pesan-Pesan Hadits

1. Hadits di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi SAW., terhadap umatnya dan kerja karas beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas `aqidah yang benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini –yang tak lain adalah Ibn `Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat namun padat makna.

2. Di antara isi wasiat ini adalah agar menjaga Allah Ta'ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya, hak-hak, perintah-perintah dan larangan-larangan- Nya. Menjaga hal itu dapat direalisasikan dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang diperintahkan dan diizinkan-Nya dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah Ta'ala berfirman, "Inilah yang dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan -Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat". (Q.s.,Qaaf:32- 33)

3. Di antara hal yang terdapat perintah agar menjaganya secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya, "Jagalah segala shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha". (Q.s.,al-Baqarah: 238), dan thaharah (kesucian) sebagaimana bunyi hadits Rasulullah SAW., "Beristiqamahlah (mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu hanya seorang Mukmin." (HR.Ibn Majah). Di antaranya juga adalah sumpah sebagaimana firman-Nya, "Dan jagalah sumpahmu". (Q.s., al-Maa`idah: 89)

4. Di antara penjagaan yang diberikan oleh Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya, anaknya dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah". (Q.s., ar-Ra'd:11). Ibn `Abbas RA., berkata, "Mereka itu adalah para malaikat yang menjaganya atas perintahAllah. Dan bila takdir telah tiba, mereka pun meninggalkannya". (Dikeluarkan oleh `Abduurrazzaq, al-Firyaaby, Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim sebagai yang disebutkan di dalam kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614). Allah juga menjaganya di masa kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.

b. Allah juga menjaganya di dalam agama dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari syubhat-syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.

c. Allah juga menjaganya di dalam kubur dan setelah alam kubur dari kengerian dan derita-deritanya dengan menaunginya pada hari di mana tiada naungan selain naungan-Nya

5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap hamba-Nya adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia selalu berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah berfirman ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS., "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat". (Q.s., Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah SAW., bersabda, "Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya adalah Allah? Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita." (HR.Bukhari, Muslim dan at-Turmudzy)

6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah Ta'ala, ta'at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua kondisinya sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah akan mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat kepada-Nya

7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan kondisi kuat, fit, muda, sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang demikian ini hanyalah kerugian, kesia-siaan dan celaka

8. Seorang harus selalu antusias untuk memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kepada-Nya dalam semua kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah dia tidak memohon kepada selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah seperti meminta kepada para wali yang shalih, orang mati dan sebagainya. Allah berfirman, "Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu pula kami meminta tolong".> (Q.s., al-Fatihah:5)

9. Sesungguhny apa-apa yang menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya atau yang menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan tidaklah menimpa seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan atasnya di dalam kitab catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk melakukannya (mencelakan dirinya atau memberikan manfa'at kepadanya). Allah berfirman, "Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami". (Q.s.,at-Taubah: 51)

10. Bila seorang hamba telah mengetahui bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan, keburukan, hal yang bermanfa'at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang dilakukan semua makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak akan ada gunanya sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya Allah semata Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa'at, Yang Maha Memberi atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang hamba mestilah mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan- Nya dalam berbuat keta'atan dan menjaga Hudud-Nya.

11. Seorang Muslim harus menghadapi takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridlaan dan kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala mereka dengan tanpa hisab (perhitungan)". (Q.s., az-Zumar:10) . Dan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW., bersabda, "Sungguh aneh kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya semua kondisinya adalah baik, jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka itu adalah baik baginya. Dan bila ia ditimpa hal yang tidak menguntungkannya (kemudlaratan) , ia bersabar; maka itu adalah baik (pula) baginya." (HR.Muslim)

12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui keputusasaan dan pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu problem atau musibah. Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas hal itu serta bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada kemudahan

(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-`Uluum asy-Syar'iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad ash-Shaghiir, h.104-109)

Senin, Desember 22, 2008

Dunia Itu Fatamorgana


Banyak sekali ayat ataupun hadits-hadits Rasulullah, yang menyatakan tentang perbandingan antara keutamaan dan kenikmatan kehidupan akhirat dan kehidupan dunia, yang mana akan didapati betapa jauhnya kemuliaan diantara keduanya, bahkan tidak sedikit akan adanya celaan terhadap kehidupan dunia.

Akan tetapi celaan tersebut tidaklah ditujukan kepada siang dan malamnya, bumi tempat dunia ini berada, lautan, sungai-sungai, hutan dan yang lainya karena semua itu adalah nikmat Allah bagi hamba-hambaNya, tetapi celaan itu ditujukan kepada polah tingkah anak Adam dan penghuninya terhadapnya.

Allah Ta'ala berfirman :"ketahuilah sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda gurau yang melalaikan, perhiasan, saling berbangga diri diantara kalian dan saling berlomba untuk memperbanyak harta dan anak". (QS. Al-Hadid : 20)


Dunia ini hanyalah jalan menuju surga dan neraka, tempat manusia mengumpulkan perbekalan untuk menuju kehidupan abadi, dan bertemu Allah Ta'ala Sang Pencipta alam semesta, Yang akan menilai dan menerima bekal tersebut serta mengganjarnya, jika baik maka nikmat surga yang akan ia dapatkan dan jika buruk maka azdab yang pedihlah yang akan dirasakan.

Sikap Manusia Terhadap Kehidupan Dunia

Pertama ; Orang-orang yang mengingkari adanya negeri pembalasan setelah alam dunia. Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman :"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tentram dengan kehidupan itu serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami , mereka itu tempatnya adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan". (QS. Yunus : 7)

Kedua; Orang-orang yang meyakini adanya alam pembalasan setelah kematian. Merekalah orang-orang Yang mengikuti para Rasul. Dalam hal ini mereka tergolongkan menjadi tiga, yaitu:

Zhalimun linafsih, orang yang menzhalimi diri sendiri. Bagi mereka dunia adalah segalanya, terbuai oleh keindahannya yang menipu. Mereka ridha, murka, setia (berwala') dan benci (bara') karena tendensi dan motivasi dunia semata. Mereka beriman kepada akhirat secara global tetapi mereka tidak mengerti tujuan hidup didunia, bahwa tidak lain ia adalah suatu tempat untuk berbekal menuju kehidupan berikutnya.

Muqtashid, mereka adalah orang-orang yang menikmati dunia dari arah yang dibenarkan, mubah. Mereka melaksanakan seluruh yang wajib, akan tetapi membiarkan dirinya bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Mereka tidak mendapatkan hukuman akan tetapi derajat mereka rendah. Umar bin Khattab berkata : "Seandainya derajat surgaku tidak dikurangi pasti aku akan menantang kalian dalam hal kehidupan dunia. Tetapi aku mendengar Allah mencela suatu kaum dalam firman-Nya yang artinya :"Kalian sia-siakan rezki kalian yang baik-baik hanya untuk kehidupan didunia saja dan kalian bersenang-senang dengannya". (QS. Al-Ahqaf : 20)

Sabiqun bil khairat bi idznillah. Mereka adalah orang-orang yang paham tujuan dari dunia dan beramal sesuai dengannya. Mereka mengerti bahwa Allah menempatkan hamba-hambaNya dinegeri ini untuk diuji, siapa yang paling baik amalnya, yang paling zuhud kapada dunia dan paling cinta kepada akhirat. Firman Allah Ta'ala :"Dan sesungguhnya Kami jadikan apa saja yang ada dimuka bumi ini sebagai hiasan baginya, supaya kami uji siapa diantara mereka yang paling baik amalnya". (QS. Al-Kahfi : 7).

Golongan yang ketiga ini merasa cukup dengan mengambil dunia sekadar sebagai bekal seorang musafir.

Bahaya Mencintai Dunia

Cinta dunia akan melengahkan seseorang dari cinta kepada Allah Ta'ala dan berdzikir kepadaNya, barang siapa dilengahkan oleh harta bendanya dia termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi. Dan hati, jika telah lalai dari dzikrullah, pasti akan dikuasai setan dan disetir sesuai kehendaknya. Setan akan menipunya sehingga ia merasa telah mengerjakan banyak kebaikan padahal ia baru melakukan sedikit saja atau bahkan tidak melakukannya sama sekali.

Abdullah bin Mas'ud pernah berkata :"Bagi semua orang dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan". Ulama yang lain berkata :"Cinta dunia itu pangkal dari segala kesalahan dan pasti merusak agama ditinjau dari berbagai sisi, diantaranya :

Pertama; berakibat pengagungan terhadap dunia secara berlebihan, padahal ia di sisi Allah sangatlah remeh, adalah termasuk dosa yang sangat besar mengagungkan sesuatu yang di anggap remeh oleh Allah.

Kedua; Allah telah melaknat, memurkai dan membencinya, kecuali yang ditujukan untuk Allah. barang siapa mencintai sesuatu yang telah dilaknat, dimurkai dan dibenci Allah berarti ia menyediakan diri untuk mendapat siksa dan kemurkaan dari Allah.

Ketiga; orang yang cinta dunia akan lebih cenderung menjadikannya sebagai tujuan akhir dari segalanya, sehinggga ia terjatuh dalam kesalahan, yaitu menjadikan sarana sebagai tujuan dan berusaha untuk mendapatkan dunia dengan amalan akhirat. Allah Ta'ala berfirman, " Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka Kami penuhi balasan pekerjaan-pekerjaan nya di dunia dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Tetapi di akhirat tidak ada bagi mereka bagian selain neraka. Dan sia-sialah apa-apa yang mereka perbuat di dunia dan batallah apa-apa yang mereka amalkan". (QS. Hud : 15-16) demikianlah bahwa cinta dunia dapat menghalangi seseorang dari pahala, merusak amal, bahkan bisa menjadikannya orang yang pertama kali masuk neraka.

Keempat; mencintai dunia akan menghalangi seorang hamba dari aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat, ia akan sibuk dengan apa yang dicintainya. Ada yang disibukkan oleh kecintaannya dari iman dan syari'at, dari kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia laksanakan, atau dalam waktu yang tidak tepat, atau hanya sebatas pelaksanaan lahiriahnya saja, paling tidak kecintaanya terhadap dunia akan melalaikan hakikat kebahagiaan seorang hamba yaitu kosongnya hati selain untuk mencintai Allah dan diamnya lisan selain berdzikir kepadaNya, juga ketaatan hati dan lisan dengan Rabbnya.

Kelima; berlebihan mencintai dunia akan menjadikan harapan utama pelakunya ketika hidup adalah dunia itu sendiri.

Keenam; orang yang berlebihan mencintai dunia adalah manusia dengan adzab yang paling berat. Mereka disiksa di tiga negeri; di dunia, di alam barzakh, dan di akhirat. Didunia mereka di adzab dengan kerja keras untuk mendapatkannya dan persaingan dengan orang lain. Adapun di alam barzakh mereka diazab dengan perpisahan dengan kekayaan dunia dan kerugian yang nyata atas apa yang mereka kerjakan. Di sana tidak sesuatupun yang menggantikan kedudukan kecintaannya kepada dunia, kesedihan, kedukaan, dan kerugian terus-menerus mencabik-cabik ruhnya, seperti halnya cacing dan belatung melakukan hal yang sama kepada jasadnya, demikianlah pecinta dunia akan di azab dikuburnya, dan juga pada hari akhirat nanti yaitu pada hari pertemuan dengan Rabbnya. Allah Ta'ala berfirman yang artinya :"Janganlah engkau ta'jub dengan harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah menghendaki untuk menyiksa mereka dengannya dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka sedang mereka dalam keadaan kafir". (QS. a-Taubah : 55)
Menafsirkan ayat diatas sebagian ulama salaf berkata :"Mereka diazab dengan jerih payah dan kerja keras dalam mengumpulkannya. Nyawa mereka akan melayang karena cintanya dan mereka menjadi kafir karena tidak menunaikan hak Allah sehubungan dengan kemegahan dunia itu".

Ketujuh; orang yang rindu dan cinta kepada dunia sehingga lebih mengutamakannya dari pada akhirat adalah makhluk yang paling tidak mengerti, bodoh, dungu dan tidak berakal. Karena mereka lebih mendahulukan khayalan dari pada sesuatu yang hakiki, mendahulukan impian daripada kenyataan, mendahulukan kenikmatan sesaat daripada kenikmatan abadi dan mendahulukan negeri yang fana dari pada negeri yang kekal selamanya. Mereka menukar kehidupan yang kekal itu dengan kenikmatan yang semu. Manusia yang berakal cerdas (baca : bertaqwa) tentunya tidak akan tertipu dengan hal semacam ini.

Sesuatu yang paling mirip dengan dunia adalah bayang-bayang, disangka memiliki hakikat yang tetap padahal tidak demikian. Dikejar untuk digapai, sudah pasti tidak akan pernah sampai.

Dunia juga sangat mirip dengan `FATAMORGANA', orang yang kehausan menyangkanya sebagai air, padahal jika ia mendekatinya ia tidak akan mendapati sesuatu pun. Justru yang ia dapati adalah Allah Ta'ala dengan hisabNya, dan Allah sangat cepat hisab-Nya.

Maka saudaraku, marilah kita berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, untuk meraih ridha Allah Ta'ala, surga-Nya dan apa-apa yang telah dijanjikan-Nya serta keutamaan-keutamaan di alam akhirat yang kekal abadi, yang mana Allah Ta'ala telah menegaskan dalam firman-Nya bahwa :"Dan kehidupan akhirat itu adalah lebih baik dan lebih kekal".(QS. al-A'laa: 17), jangan sampai kita tertipu oleh tipu daya setan yang senantiasa menggoda anak cucu adam agar tergelincir, sehingga terjerumus kepada kesesatan, penyimpangan, memperturutkan segala keinginan hawa nafsu sehingga lupa hak-hak Allah Ta'ala yang harus ditunaikan serta lupa dari kenikmatan-kenikmat an yang tak pernah terlihat oleh pandangan mata, tak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terbayangkan dalam benak hati manusia. Itulah kenikmatan yang Allah Ta'ala janjikan bagi hamba-hambaNya yang mendapatkan rahmat dariNya.

Wallahu a'lam.

[Abu Thalhah Andri Abd Halim, Di nukil dari "Tazkiatun-Nufus" DR. Ahmad Farid, (Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Qayyim dan Imam al-Gazhali)]

Sumber : http://www.kajianis lam.net/modules/ wordpress/ ?p=530

Minggu, Desember 21, 2008

Kehidupan Penuh Berkah


Secara etimologi berkah artinya adalah bertambahnya nilai sesuatu atau
berkembangnya harga sesuatu barang. Seperti contoh-contoh berikut ini:
keberkahan pada harta berarti bertambahnya harta, baik dari segi
jumlahnya maupun dari segi nilai kemanfaatan dari harta itu sendiri.
Keberkahan sebuah rumah berarti bertambah luasnya rumah itu dalam arti
yang sebenarnya, juga dari sisi lain yaitu kondisi rumah itu menjadi
lebih lapang, tenang dan tentram sehingga membawa rasa damai
orang-orang yang berada di dalamnya. Keberkahan pada keluarga yaitu
bertambahnya rasa saling kasih sayang, pengertian serta memahami
sehingga membawa kelanggengan keluarga tersebut.

Diantara beberapa hal yang dapat menyebabkan datangnya keberkahan yaitu:

1. Al Qur'an

Karena Alloh mensifatinya dengan keberkahan sebagaimana termaktub
dalam firmanNya:

"Dan ini (al-Qur'an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang
diberkahi, membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya." (Al
An'aam: 92)

2. Ketakwaan dan keimanan

Tidak diragukan lagi bahwa kedua hal tersebut termasuk perkara yang
dapat mendatangkan keberkahan, sebagaimana Alloh subhanahu wa ta'ala
berfirman:

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,
pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi." (QS. Al `Araaf: 96)

3. Mengucapkan lafadz bismillah pada permulaan amal perbuatan

Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shollallohu
`alaihi wa sallam:

"Jikalau salah seorang diantara kalian masuk ke dalam rumahnya dengan
menyebut nama Alloh dan juga ketika memulai makan, maka syaithan
berkata aku tidak akan tinggal dan makan malam di sini, dan jikalau ia
tidak menyebut nama Alloh ketika memasuki rumahnya maka syaithan
berkata aku akan tinggal, dan jikalau memulai makan tanpa dimulai
dengan menyebut nama Alloh maka syaithan tadi akan berkata aku akan
tinggal dan makan di sini." (Shahih Kalimut Thayib no. 46)

4. Berkumpul di meja makan dan makan bersama-sama

Karena berkah akan meliputi makanan yang dimakan secara bersama-sama.
Rasulullah bersabda:

"Makanan berdua cukup untuk bertiga, dan makanan bertiga cukup untuk
berempat." (Shahih Targhib wa Tarhib no. 2129)

5. Makan sahur

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasululloh shollallohu `alaihi wa sallam:

"….karena dalam makan sahur itu ada keberkahan." (HR. Bukhari Muslim)

Yang dimaksud keberkahan di sini adalah pahala dan ganjaran, karena
mereka melaksanakan puasa dan ketakwaan dalam rangka melaksanakan
ketaatan kepada Alloh.

6. Air zam-zam

Air zam-zam merupakan mata air yang penuh dengan keberkahan, bahkan
sampai-sampai Rasululloh mengatakan:

"Semoga Alloh merahmati ibu Ismail yang jikalau ditinggalkan air
zam-zam tersebut atau dikatakan jikalau tidak ditampung niscaya akan
menjadi mata air yang luas." (Shahih Jami' no 8079)

7. Minyak zaitun dan pohon zaitun

Zaitun adalah pohon yang penuh berkah dan hal ini telah disifatkan
oleh Alloh subhanahu wa ta'ala dalam Al Qur'an surah an-Nur ayat 35:

"Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang
bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon
yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api."

8. Malam lailatul qadar

Malam lailatul qadar merupakan malam yang penuh dengan kemuliaan dan
keberkahan. Maka hendaknya kita menegakkan ibadah serta berdzikir
mengingat Alloh pada malam tersebut, karena Alloh telah berfirman:

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan." (QS. Ad dukhan: 3)

9. Hari raya Idul Fitri dan Idul Adha

Ketika manusia memulai dengan melaksanakan shalat `ied mengucap syukur
padaNya atas limpahan rahmatNya dan juga limpahan berkah kepada kita
semua atas nikmat dan juga tambahan karuniaNya. Oleh sebab itulah
berkata Ummu Athiyah:

"Kita diperintahkan untuk keluar rumah pada hari raya `ied, sehingga
keluar gadis-gadis dari pingitannya, demikian pula orang-orang yang
dalam keadaan haidh di belakang manusia untuk bertakbir sebagaimana
mereka bertakbir, dan berdoa sebagaimana mereka berdoa, mereka
mengharapkan keberkahan hari itu dan kesuciannya. " (Shahih Bukhari)

10. Makan dari makanan yang halal

Yaitu makan dari makanan yang baik, makanan yang diberkahi Alloh`azza
wa jalla . Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululloh:

"Wahai manusia sesungguhnya Alloh itu baik dan tidaklah menerima
kecuali yang baik-baik saja." (Shahihul Jami' no. 2744)

Maka harta yang haram tidaklah mendapat keberkahan dari Alloh dan
tidak kembali kepada pemiliknya melainkan dengan kefakiran dan juga
kekurangan.

11. Banyak-banyak mengucap syukur

Hal ini jelas sekali dinyatakan dalam firmanNya:

"Jikalau kalian bersyukur niscaya aku tambah rizkiKu padamu." (QS.
Ibrahim: 7)

Yang dimaksud di sini adalah tambahan dalam segala hal baik itu harta
benda, kesehatan, umur dan nikmat-nikmat yang lain yang Alloh berikan
tanpa bisa dihitung dan juga dibilang.

12. Sedekah

Yang Alloh akan lipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat
hingga tujuh ratus kali lipat ganjarannya. Tidak diragukan lagi bahwa
Alloh memberi keberkahan pada harta seseorang dan melipatgandakannya,
hal ini sebagaimana firmanNya:

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Alloh adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh butir. Di tiap-tiap bulir ada seratus biji.
Alloh melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki.
Dan Alloh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al
Baqarah: 261)

13. Berbuat kebajikan dan menyambung tali silaturrahmi

Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Rasululloh shollallohu
`alaihi wa sallam :

"…dan menyambung tali silaturrahmi dan akhlak yang baik akan dapat
memakmurkan rumah tangga dan juga menambah usia." (Shahih Targhib wa
Tarhib no. 2524)

14. Bersegera

Yakni dengan bangun segera dan memulai amal perbuatannya di pagi hari,
karena nabi shollallohu `alaihi wa sallam telah bersabda:

"Berkahilah umatku yang bangun pada permulaan pagi." (Shahihul jami
no. 2841)

Dan sebagaimana yang disebutkan bahwa salah satu sebab kesuksesan
seseorang setelah hidayah dari Alloh yaitu mereka yang memulai
pekerjaannya di permulaan hari (di pagi hari).

15. Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu penyebab datangnya berkah dari Alloh
subhanahu wa ta'ala . Sebagian dari salafush shalih bersegera dalam
pernikahan mereka, salah satu penyebabnya adalah agar mereka
mendapatkan apa yang Alloh janjikan dari pernikahan itu dari harta
yang melimpah dan rizki, karena mereka memahami hal tersebut dari
firmanNya:

"dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka." (QS. Al An'aam: 151)

16. Perencanaan

Sesungguhnya Alloh telah menjanjikan kepada nabiNya akan kemenangan
yang terdahulu dan juga kabar gembira baginya, maka bagaimana mungkin
setelah ini bagi siapa saja tidak melakukan perencanaan dan persiapan
dengan anggapan bahwa sesungguhnya berkah itu akan memudahkan
perkara-perkara dalam kehidupan kita?. Untuk itu kita perlu
mempersiapkan dan merencanakan masa depan dan setelah itu hendaknya
kita pasrahkan kepada Alloh dan memohon padaNya akan keberkahan pada
seluruh amal yang kita perbuat.

Sumber: Elfata Vol. 4 No. 09/2004

diambil dari
http://www.pengusah amuslim.com/ modules/smartsec tion/item. php?itemid= 207

Takdir Allah Tidak Kejam


Pembaca yang budiman, iman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun dia mengimani rukun-rukun iman yang lainnya. Walhamdulillah banyak diantara kaum muslimin yang telah mengenal takdir, akan tetapi amat disayangkan ternyata masih terdapat berbagai fenomena yang justru menodai bahkan bertentangan dengan keimanan kepada takdir.


Barangkali masih tersimpan dalam ingatan kita tatkala seorang artis mempopulerkan lagu `Takdir memang kejam' yang sangat digemari oleh sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau, yang menunjukkan betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut mereka bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap muslim yaitu al `ilmu, al kitabah, al masyi'ah dan al kholq.

Pertama, Al `Ilmu (Tentang Ilmu Allah)

Kita meyakini bahwa ilmu Allah Ta'ala meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan) . Allah Ta'ala berfirman, "Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (Al Hajj: 70). Allah sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan- Nya.

Kedua, Al Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)

Kita meyakini bahwa Allah Ta'ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollAllahu `alaihi wa sallam bersabda, "Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi." (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan ilmu-Nya, Allah telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang mengetahui apa yang ditulis di Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.

Ketiga, Al Masyi'ah (Tentang Kehendak Allah)

Kita meyakini bahwa Allah Ta'ala memiliki kehendak yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (masyi'ah) Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari'at. Inilah yang disebut dengan Irodah Kauniyah Qodariyah atau Al Masyi'ah. Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan terjadi oleh aturan syari'at.

Di sisi lain Allah memiliki Irodah Syar'iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/irodah yang kedua ini terkandung kecintaan Allah. Maka orang yang berbuat taat telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini. Adapun orang yang bermaksiat dia telah menyimpang dari Irodah Syar'iyah namun tidak terlepas dari Irodah Kauniyah. Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh Allah.

Keempat, Al Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)

Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan Allah baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Allah Ta'ala befirman, "Allah adalah pencipta segala sesuatu." (Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Allah, karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba; yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Allah. Allah Ta'ala berfirman, "Allah-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian." (QS. Ash Shoffaat: 96)

Sumber Kesesatan Dalam Memahami Takdir

Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/irodah Allah. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar kehendak Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang menunjukkan tentang Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Qodariyah yang menolak takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba yang menyimpang dari Irodah Syar'iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Jabriyah yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani Irodah Syar'iyah dan Irodah Kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.

Takdir Adalah Rahasia Allah

Ali bin Abi Tholib rodhiyAllahu `anhu menceritakan bahwa Nabi shollAllahu `alaihi wa sallam pernah bersabda, "Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka." Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, "Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?". Maka beliau pun menjawab, "Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan", kemudian beliau membaca firman Allah, "Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna (Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah." (QS. Al Lail: 5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.

Pilih Mana: Jalan ke Surga Atau ke Neraka?

Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu tidak memilih jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan, "Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah." Umar pun menjawab, "Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah." Lalu siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. WAllahu a'lam bish showaab.

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or. id

Rabu, Desember 17, 2008

Rambu-rambu Hidup Bermasyarakat


Islam sangat mendorong pemeluknya hidup bermasyarakat secara sehat. Islam mencela orang yang mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Untuk itu, Islam memberi rambu-rambu agar seorang muslim bisa hidup berdampingan dalam masyarakatnya dengan sehat tanpa merugikan satu sama lain. Berikut ini 20 rambu tersebut.

1. Saling memberi nasihat

Saling menasihati adalah salah satu bentuk kesetiaan seorang muslim kepada saudara muslimnya yang lain. Nasihat juga adalah bukti kesempurnaan dan lengkapnya keshalihan seseorang dalam beragama.

Dari Tamim Ad-Daari r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya agama (ad-din) itu an-nashihah." Kami bertanya, "Nasihat bagi siapakah, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi para imam/ulama muslimin dan bagi orang-orang awam di antara kalian." (Muslim no. 55)

Dari Jabir bin Abdullah r.a. yang berkata, aku membai'at Rasulullah saw. untuk (mau) mendengar dan menaati (Islam). Lalu beliau mengajariku, "(Lakukanlah) apa yang dapat kamu lakukan dan (hendaknya) kamu menasihati kepada setiap muslim." (Bukhari no. 7204)

Jadi, saat turun bermasyarakat seorang muslim senantiasa menggunakan kesempatan itu untuk saling menasihati. Pertama, saling mengingatkan untuk menjaga keikhlasan hanya untuk Allah swt. semata. Kedua, saling menasihati untuk membenarkan dan menyakini bahwa Al-Qur'an itu benar dan diamalkan sebagai pedoman hidup. Ketiga, saling mengingatkan untuk mengakui kebenaran Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya, untuk taat pada setiap perintahnya, serta meneladani dan melanjutkan risalah dakwahnya.

Keempat, mengingatkan imam/ulama jika mereka menyimpang dan taat kepada mereka dalam kebenaran. Kelima, menasihati orang awam dalam bentuk membimbing mereka untuk memperoleh kemaslahatan.

2. Jauhi Perbuatan Zalim

Dalam sebuah hadits qudsi, Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkata bahwa Allah swt. berfirman, "Hai hamba-hamba- Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Ku dan Aku jadikan kezaliman itu haram di antaramu, maka janganlah kamu saling menzalimi." (Muslim no. 2577)

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Muslim (sejati) itu ialah yang dapat menyelamatkan muslim lain dari gangguan lidah dan tangannya." (Muslim no. 41)

3. Berakhlak Mulia

Abdullah bin 'Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah saw itu bukanlah seorang yang buruk perkataanya dan tidak berusaha untuk melakukan hal seperti itu. Bahkan Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya termasuk orang-orang pilihan di antaramu adalah yang paling bagus akhlaknya." (Bukhari no. 3559 dan Muslim no. 2331)

Dari Abu Darda bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang buruk tutur katanya dan jorok (cabul)." (Abu Dawud no. 4799 dan Turmudzi no. 2003)

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat, yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak berbobot)." (Turmudzi no. 2018))

4. Saling membantu dalam kebaikan

Seorang muslim hendaknya suka membantu sesamanya. Ini perintah Rasulullah saw. seperti yang diriwayatkan Abdullah bin Umar, "Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya. Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat." (Bukhari no. 2442 dan Muslim no. 2580)

Abu Hurairah juga meriyaratkan hadits yang mirip. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang melepaskan suatu kesusahan seroang mukmin di antara berbagai kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu di antara berbagai kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang mendapatkan kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah itu akan selalu membantu hamba jika ia mau membantu saudaranya. Dan barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan untuk menuju surga. Tidak ada suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah seraya membaca kitab Allah -Al-Qur'an-dan mereka mempelajari Al-Qur'an tersebut kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan mereka pun akan diliputi rahmat Allah serta mereka akan diliputi malaikan, bahkan Allah pun akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk lain di sisi-Nya. Serta, barangsiapa yang menangguhkan amal ibadahnya, maka tidak akan dipercepat keturunannya." (Muslim no. 2699)

5. Suka berkorban dan memberi

Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas itu ialah tangan yang memberi; sedangkan tangan yang di bawah ialah yang meminta-minta." (Bukhari no. 1429 dan Muslim no. 1033)

Abdullah bin Umar juga mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda dalam khutbahnya, "Jauhilah olehmu sifat kikir. Sebab, orang-orang sebelum kamu itu hancur karena kikir. (Pemimpin mereka) memerintahkan mereka untuk kikir, lalu mereka pun kikir; ia memerintahkan untuk memutuskan hubungan (persaudaraan) lalu mereka pun memutuskan hubungan (persaudaraan) ; dan ia memerintahkannya untuk berbuat durhaka, mereka pun melakukan perbuatan durhaka," (Abu Dawud no. 1698, Hakim no. 415, dan shahih al-jami' no. 2675)

6. Mengatakan kebenaran

Seorang muslim selalu mengatakan hal yang benar. Meskipun perkataan itu akan pahit dirasakan karena mengenai dirinya sendiri atau berhadapan dengan penguasa. Abu Sa'id Al-Kudri r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. shalat bersama kami pada shalat ashar di siang hari. Lalu ia berdiri untuk berkhutbah. Tiada ia meninggalkan suatu berita tentang (dan untuk menuju) akhirat kecuali ia memberitahukannya kepada kami. Berita itu akan dihapal oleh orang yang menghapalkannya dan akan dilupakan oleh orang yang melupakannya. Dan di antara yang disabdakannya adalah, "Ingatlah, jangan sampai ada seorang pun terhalang oleh wibawa (kharisma) seseorang untuk mengatakan (dan memperjuangkan) yang hak jika ia mengetahuinya." (Turmudzi no. 2191, Ibnu Majah no. 4007, Hakim no. 506, dan Silsilah Shahihah no. 168)

Zaid bin Abdullah bin Umar r.a. bercerita bahwa ada sejumlah orang yang berkata kepada Abdullah bin Umar, "Kita sungguh akan memasuki (menghadap) Sultan atau Amir kita. Maka kita (mesti) mengatakan kepada mereka apa yang berbeda dengan apa yang kita katakan jika kita keluar dari sisi mereka." Lalu Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Kami menganggap yang seperti itu di masa Rasulullah saw. sebagai kemunafikan." (Bukhari no. 7178)

Semoga kita bisa selalu istiqomah untuk mengatakan hal yang benar kepada siapapun sehingga kita tidak tergolong orang yang memiliki sifat munafik.

7. Mengajak berbuat baik

Salah satu tujuan seorang muslim bergaul dengan masyarakat di sekitar dirinya adalah dalam rangka mengajak mereka untuk berbuat kebaikan. Dan ini adalah perintah Allah swt., "Hendaklah ada di antara kamu sekelompok orang yang mengajak kepada kebaikan dan melarang perbuatan munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Ali Imrah: 110)

Dan mengajak orang melakukan kebaikan sungguh besar pahalanya. Rasululllah saw. bersabda –seperti yang diterima dari Abu Sa'id Al-Kudri–, "Barangsiapa yang mengajak/menunjukka n kepada kebaikan, maka ia berhak mendapatkan pahala sebesar pahala orang yang melakukannya." (Muslim no. 1893)

Abu Hurairah r.a. juga meriwayatkan hadits serupa. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang mengajak kepada kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa sebesar dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun." (Muslim no. 2674)

8. Menjauhi perbuatan munkar

Di manapun seorang muslim berada, ia selalu punya energi untuk mencegah dirinya dan orang di sekitarnya dari melakukan perbuatan munkar. Abu Sa'id Al-Kudri mengabarkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak dapat, maka hendaknya ia mengubahnya dengan lidahnya; jika tidak dapat dengan itu, maka dengan hatinya, dan ini adalah keimanan yang paling rendah." (Muslim no. 49)

Rasulullah saw. sangat melarang seorang muslim menjadi orang yang permisif dengan kemunkaran. 'Ars bin Umairah Al-Kindi r.a. menyampaikan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Jika suatu kesalahan/dosa diperbuat di buka bumi, maka orang yang menyaksikannya dan membencinya lalu mengingkarinya seperti orang yang tidak ada di situ –tidak mengetahuinya– dan barangsiapa yang tidak ada di sana –tidak mengetahuinya– tetapi meridhainya, ia seperti orang yang menyaksikannya." (Abu Dawud no. 4345 dan Shahihul Jami' no. 7020)

9. Sabar dan murah hati

Bergaul dengan sesama tentu membutuhkan kesiapan mental dan kestabilan emosional. Sebab, manusia beragam sifatnya. Sifat sabar dan murah hati adalah bekal yang harus disiapkan seorang muslim. Apalagi Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 134 menjadikan dua sifat ini sebagai ciri ketakwaan. "Bergegaslah menuju ampunan Tuhanmu dan surga yang seluas langit dan bumi disiapkan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang mendermakan (hartanya) di waktu senang maupun ketika menderita, dan orang-orang yang menahan marahnya serta yang memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah itu suka kepada orang-orang yang (suka) berbuat baik."

Bahkan Rasulullah saw. menyebut orang yang mampu menahan marah, bersabar, dan bermurah hati sebagai jagoan. Abu Hurairah merekam sabda Rasulullah saw. ini, "Orang jagoan itu bukanlah ditentukan dengan (jagoan) gulat. Justru orang jagoan itu ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah." (Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609). Subhanallah! Jika setiap manusia mampu mengamalkan sabda Rasulullah saw. ini tentu sengketa, perselisihan, konflik, perseteruan, perang, dan pertumpahan darah akan menjadi hal yang langka di muka bumi ini.

10. Pemaaf, toleran, dan tawadhu'

Bergaul dengan masyarakat tentu tak selamanya harmonis. Kadang ada geserkan karena sesuatu hal. Dan menyimpan dendam adalah ciri pribadi yang tidak sehat dalam bergaul dengan masyarakat. Allah swt. justru mengajarkan kepada kita untuk menjadi orang yang pemaaf. Bahkan, membalas keburukan dengan kebaikan. "Balaslah keburukan dengan cara yang baik." (Al-Mu'minun: 96)

Sebab, ketika kita memberi maaf, memberi toleransi, dan tawadhu, itu semua tidak membuat kita hina. Justru terlihat mulia di sisi. Abu Hurairah r.a. merekam bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada berkurang harta karena sedekah, dan tiada Allah menambah seseorang karena (mau) memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidak ada seorang hamba pun yang tawadhu' (merendahkan diri) karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya." (Muslim no. 2588)

Dari 'Iyadh bin Khimar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah swt. telah mewahyukan kepadaku supaya kamu saling bertawadhu' sehingga tidak ada seorang pun yang bertindak lalim atas yang lain dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri atas yang lain." (Muslim no. 2865)

Bahkan, sifat merendah menjadi ciri ahli surga. Dan sebaliknya, kasar, tidak sabaran, congkak, dan sombong adalah ciri ahli neraka. Diterima dari Haritsah bin Wahab r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Senangkah kalian jika aku beritahukan tentang ahli surga? Ia (ahli surga itu), setiap orang yang lemah dan memandang diri (sendiri) lemah, yang jika bersumpah kepada Allah pasti dikabulkan. Dan, sukakah kalian aku beritahukan tentang ahli neraka? Ia (ahli neraka itu) adalah setiap orang yang kasar, tidak sabaran, dan congkak lagi sombong." (Bukhari no. 4918 dan Muslim no. 2853)

11. Sopan, santun, dan ramah

Suatu ketika pernah sekelompok orang Yahudi menemui Rasulullah saw. Mereka berkata, "Al-saam 'alaika (semoga engkau dikenai racun)." Aisyah mendengar dan mengerti maksud kata-kata itu lantas membalas, "'Alaikum al-saam wa al-la'nah (semoga racun itu untukmu disertai kutukan)." Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Jangan begitu Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai sifat lemah lembut dalam segala urusan." Aisyah berkata, "Wahai Rasulullah, tidakkah engkau dengar apa yang mereka katakan?" Rasulullah saw. menjawab, "Telah aku jawab, wa 'alaikum." (Bukhari no. 6024)

Di hadits yang sama, dalam riwayat Bukhari no. 6030 disebutkan Rasulullah saw. berkata kepada Aisyah, "Hai Aisyah, engkau mesti lemah lembut (tidak kasar), dan jauhilah olehmu sifat kasar/kejam dan keji/kotor." Sedangkan dalam riwayat Muslim no. 2165, Rasulullah saw. berkata, "Hai Aisyah, janganlah berlaku keji/kotor." Masih diriwayat Muslim yang lain, Rasulullah saw. berkata, "Jangan begitu, hai Aisyah. Sebab, Allah tidak menyukai perbuatan keji dan mengata-ngatai secara kotor."

Begitulah Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Bahkan, dengan orang yang jelas-jelas punya maksud buruk terhadap diri kita. Sebab, sifat lemah lembut dan santun tidak boleh hilang dari diri kita. Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya sifat lemah lembut itu tidak ada pada sesuatu kecuali menghiasinya dan tidak tercabut dari sesuatu barang kecuali menjadi kotor/jeleklah barang itu." (Muslim no. 2594)

Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan, dan Dia memberi (kepada seseorang) karena kelembutan(nya) apa yang tidak diberikan-Nya (kepada seseorang) karena kekejaman(nya) dan apa yang tidak diberikan-Nya kepada orang yang mempunyai sifat selain sifat kejam." (Muslim no. 2593)

Karena itu, Rasulullah saw. tidak ingin seorang muslim menjadi pengutuk. Abu Hurairah r.a. menyampaikan kepada kita bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah pantas bagi shiddiq, mukmin yang bagus imannya, untuk menjadi pengutuk." (Muslim 2597)

Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mukmin itu bukanlah pencemar nama baik orang, bukan pengutuk, dan bukan pelaku perbuatan keji, serta bukan yang buruk tutur katanya." (Turmudzi no. 1977 dan Silsilah Shahihah no. 320)

Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasululllah saw. bersabda, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan amal seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus (mulia). Dan sesungguhnya Allah itu membenci orang yang suka melakukan perbuatan keji dan buruk tutur katanya." (Abu Dawud no. 4799, Turmudzi no. 2002, Silsilah Shahihah no. 876, dan Shahihul Jami no. 5597)

Karena itu, Rasulullah saw. melarang seorang muslim mencela muslim yang lain. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mencela muslim itu perbuatan durhaka (fusuuq) dan membunuh muslim adalah suatu kekufuran." (Bukhari no. 48 dan 6044, Muslim no. 64 dan 116)

12. Bertutur kata yang baik

Dari diri kita yang paling harus dijaga dalam bergaul dengan masyarakat adalah lidah kita. Tidak sedikit orang celaka karena tidak mampu mengontrol perkataannya.

Mu'adz bin Jabal r.a. diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah saw. "Senangkah kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?" Mu'adz menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah saw." Rasulullah saw. bersabda, "Tahanlah olehmu ini!" Rasulullah saw. menunjuk lidahnya. Mu'adz berkata, "Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan apa yang kita ucapkan?" Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah kamu, wahai Mu'adz, bukankah manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?"

Karena itu, menjaga lidah bukan hanya selamat diri dari kemarahan orang yang mendengar, tetapi juga selamat dari siksa neraka. Sahal bin Sa'ad Al-Sa'idi r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara kedua kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya (masuk) surga." (Bukhari no. 6474 dan 6807)

Uqbah bin 'Amir r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, di manakah tempat keselamatan itu?" Rasulullah menjawab, "Tahanlah lidahmu, rumahmu meski mencukupimu dan menangislah atas segala kesalahanmu." (Turmudzi no. 2406 dan Silsilah Shahihah no. 890)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam." (Bukhari no. 5185 dan Muslim no. 47)

13. Berkhitmat kepada kaum muslimin

Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara." (Al-Hujurat: 10). Karena dekatnya hubungan satu muslim dengan muslim yang lain sebagai saudara, jika ada yang sakit maka semua merasa sakit.

Anas bin Malik r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Tidak sempurna iman seseorang di antaramu kecuali jika ia mencintai saudaranya sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya." (Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)

Dari Nu'man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit, maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam." (Bukhari no. 6011 dan Muslim no. 2586)

Karena itu, tak heran jika Rasulullah saw. mengancam seorang muslim yang tidak peduli dengan saudara muslimnya. Dari Hudzaifah Bin Yaman r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Siapa yang tidak ihtimam (peduli) terhadap urusan umat Islam, maka bukan golongan mereka." (HR At-Tabrani)

Anas bin Malik pernah menemani Jarir bin Abdullah Al-Bajali dalam sebuah perjalanan. Jarir berkhitmat kepada Anas, padahal usianya lebih tua daripada Anas. Ini membuat anak tak enak. "Jangan engkau lakukan itu," Jarir menjawab, "Aku telah melihat orang-orang Anshar memuliakan Rasulullah saw. dan mereka melakukan sesuatu kepadanya, aku bertekad untuk tidak bertemu dengan salah seorang di antara mereka (kaum Anshar) kecuali aku memuliakannya dan berkhidmat kepadanya karena keutamaan/kemuliaan seperti itu." (Bukhari no. 2888 dan Muslim no. 2513)

Sungguh mulia Jarir dan sungguh mulia kita jika bisa saling berkhitmat dengan sesama.

14. Suka menolong

Allah swt. berfirman, "Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan; dan janganlah kamu saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (Al-Ma'idah: 2)

Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai penganiaya maupun sebagai yang teraniaya." Ada yang berkata, "Wahai Rasulullah, aku dapat menolongnya jika teraniaya. Lalu, bagaimana caranya menolong yang menganiaya?" Rasulullah saw. menjawab, "Engkau harus menghalanginya dari perbuatan zalimnya. Itulah cara meolongnya." (Bukhari no. 2443)

Dari Abu Darda r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang membela harga diri (martabat) saudaranya, maka Allah akan menolak dari wajahnya api neraka pada hari kiamat." (Turmudzi no. 1931 dan Ahmad no. 449)

15. Memiliki sifat sayang

Dari Jarir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi orang lain." Dalam riwayat lain, "Barangsiapa yang tidak sayang kepada manuasi, maka ia tidak disayangi Allah." (Bukhari no. 6013 dan Muslim no. 2319)

Dari Abdullah bin 'Amr bin Ash r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Para penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di muka bumi, kamu pasti disayangi yang di langit." (Abu Dawud no. 4941, Turmudzi no. 1924, Silsilah Shahihah no. 925)

Dari Anas bin Malik r.a. dan Abdullah bin Abbas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Bukanlah dari kelompok kami orang yang tidak sayang kepada yang kecil dan tidak hormat pada yang lebih besar (tua)." (Turmudzi no. 1919)

16. Punya rasa malu dan mengendalikan pandangan

Malu adalah ciri khas seorang muslim. Karena itu Rasulullah saw. membela seseorang yang punya rasa malu dari celaan orang lain. Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. pernah melewati seseorang yang mencela saudaranya karena rasa malunya dengan mengatakan, "Kamu ini terlalu pemalu," sehingga dikatakan, "Sungguh kamu celaka." Maka Rasulullah saw. pun bersabda, "Biarkanlah ia, sebab malu itu bagian dari iman." (Bukhari no. 24 dan Muslim no. 36)

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu sebagai satu cabang dari keimanan itu." (Bukhari no. 9 dan Muslim no. 350)

Sedangkan tentang mengendalikan pandangan, Allah swt. berfirman, "Katakanlah kepada kaum mukminin: hendahnya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada kaum mukminat, hendaknya mereka mengendalikan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (An-Nur: 31)

17. Tidak suka menjilat

Seorang muslim hendaknya menjauhi kebiasaan menjilat dan memuji secara berlebihan. Sebab, hal itu dilarang oleh Rasulullah saw. Dari Abu Musa Al'Asy'ari r.a. bahwa Rasulullah saw. penah mendengar seseorang menyanjung seseorang seya memujinya secara berlebihan, lalu beliau bersabda, "Kamu yang memutuskan punggungnya." (Bukhari no. 2663 dan Muslim no. 3001)

Bahkan kita diajarkan Rasulullah saw. untuk menaburkan tanah ke wajah orang yang berusaha menjilat. Pernah seseorang memuji-muji Usman. Miqdad kemdian maju dan berlutut pada kedua lutut orang itu, lalu menumpahkan kerikil ke wajahnya. Usman berkata, "Apa yang kamu lakukan itu?" Miqdad menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Jika kamu melihat orang-orang yang suka memuji-muji (menjilat), maka tumpahkanlah tanah pada wajahnnya." (Muslim no.3002)

18. Jangan jadi beban masyarakat

'Auf bin Malik Al-Asyja'i berkata, kami sembilan atau delapan atau bertujuh orang pernah berada di sisi Rasulullah saw. Beliau bersabda, "Mengapakah kalian tidak berbai'at kepada Rasulullah?" Sebetulnya kami baru (beberapa hari) saja melakukan bai'at. Beliau bersabda lagi, "Mengapa kalian tidak membai'at Rasulullah?" Kami membentangkan tangan-tangan kami dan berkata, "Kami telah berbai'at kepada engkau, wahai Rasulullah, lalu atas dasar apa lagi kami mesti membai'atmu?" Rasulullah saw. bersabda, "Kamu mesti berbai'at supaya tidak menyembah selain Allah dan tidak menyekutukan- Nya dengan sesuatu pun, melakukan shalat lima waktu, dan untuk mau mendengar dan mentaati." Lalu beliau bersabda, "Janganlah kamu meminta sedikitpun kepada manusia." Maka aku betul-betul melihat sebagian di antara mereka -sembilan atau delapan atau tujuh orang yang berbai'at itu-ketika terjatuh cemeti salah seorang di antara mereka, ternyata ia tidak meminta kepada seseorang pun untuk mengembalikan untuknya." (Muslim no. 1043)

Begitulah ajaran Rasulullah saw. agar kita bersikap ghina 'anin-naas (merasa cukup dari manusia) dan hanya meminta kepada Allah swt.

19. Sabar menghadapi kesulitan hidup

Adalah tabiat hidup di dunia penuh dengan kesulitan hidup: ada kesedihan, ada penyakit, dan ada penderitaan. Kesemuanya itu membutuhkan kesabaran. Sebab, segala kesulitan hidup memang diciptakan Allah swt. untuk mengingatkan akan fananya dunia ini dan menumbuhkan rasa rindu dalam hati seorang mukmin akan kampung akhirat yang kekal dan penuh kenikmatan.

Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. dan Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiada menimpa kepada mukmin, baik berupa penyakit atau kelelahan, atau berupa penyakit atau kesedihan bahkan kegundahan yang memusingkannya kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu segala dosanya." (Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)

Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh ajaib urusan orang mukmin itu, sesungguhnya segala urusannya baik baginya. Dan itu tidak ada kecuali bagi mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa musibah/bencana, ia bersabar dan itu menjadi kebaikan baginya." (Muslim no. 2999)

20. Punya ukuran tentang baik dan buruk

Begitu banyak peristiwa dan masalah yang timbul akibat interaksi kita dengan masyarakat. Dan bisa jadi semua itu tidak membuat nyaman hati kita. Apalagi bila menyangkut halal-haram, baik-buruk, boleh-tidak boleh, patut-tidak patut. Karena itu, kita harus punya ukuran yang menjadi standar dalam memilah semua peristiwa dan masalah yang ditimbulkan akibat interaksi kita dengan orang lain. Ukuran itu adalah syari'at.

Nu'man bin Basyir r.a. berkata, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara yang halal dan haram itu ada hal-hal yang musytabihat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Tetapi, barangsiapa yang menjauhi yang musytabihat, ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam musytabihat, pasti terjerumus ke dalam yang haram. Hal itu bagaikan penggembala yang menggembala di sekitar kebun dikhawatirkan gembalaannya itu masuk ke dalamnya. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap raja itu ada kebun larangannya, dan sesungguhnya kebun larangan Allah itu segala yang diharamkan-Nya." (Bukhari no. 52 dan Muslim 1599)

Nawas bin Sam'an r.a. berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang kebaikan dan dosa. Rasulullah saw. menjawab, "Al-Birr (kebaikan) itu adalah akhlak yang mulia; sedangkan dosa ialah apa yang berdetik -disertai dengan keraguan-dalam dadamu dan engkau tidak suka jika orang lain mengetahuinya. (Muslim no. 2553)

Begitulah 20 rambu bagi kita dalam hidup bermasyarakat. Jika kita amalkan, kita akan menjadi orang yang diharapkan kehadirannya di tengah masyarakat. Ketika kita pergi, orang-orang di sekitar kita menangisi kepergian kita.


Penulis : Mochamad Bugi
Sumber : milis pengusahamuslim.com

Jumat, Desember 12, 2008

Resep Hidup Bahagia













Assalamualaikum Wr. Wb,

Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita dari berbagai agama, bangsa, profesi dan status sosial tentang cita-cita mereka hidup di dunia ini tentu jawaban mereka sama "kami ingin bahagia".

Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang. Orang mukmin ingin bahagia demikian juga orang kafir pun ingin bahagia. Orang yang berprofesi sebagai pencuri pun ingin bahagia dengan profesinya. Melalui kegiatan menjual diri, seorang pelacur pun ingin bahagia.

Meskipun semua orang ingin bahagia, mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya. Meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di dunia akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakan. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka. Terlebih lagi ketakutan terhadap kematian.

Allah berfirman ,

"Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al Jumu'ah: 8)

Banyak orang yang beranggapan bahwasanya orang-orang barat adalah orang-orang yang hebat. Mereka beranggapan bahwasanya orang-orang barat hidup penuh dengan kebahagiaan, ketenteraman dan ketenangan. Tetapi fakta berbicara lain, realita di lapangan menunjukkan bahwa secara umum orang-orang barat itu hidup penuh dengan penderitaan. Hal ini dikuatkan dengan berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh orang-orang barat sendiri tentang kasus pembunuhan, bunuh diri dan berbagai tindakan kejahatan yang lainnya, namun ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya.

Merekalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada Allah dan mendapat ridho-Nya, menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

Boleh jadi di antara mereka yang tidak memiliki kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik dunia dan segala isinya.

Allah berfirman,

"Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya iti dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus: 58)

Jika mayoritas manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mukmin. Bagi seorang mukmin jalan kebahagiaan sudah terpampang jelas di hadapannya. Cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan.

Terdapat berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas jalan yang benar dan tepat.

Allah berfirman,

"Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa". (QS. Al An'aam: 153)

Jika di antara kita yang bertanya bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka maka Allah sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:

"Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya". (QS. Hud: 106-108)

Jika di antara kita yang bertanya-tanya bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawabannya dengan firman-Nya,

"Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thoha: 123-124)

Dan juga dalam firman-Nya,

"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."
(QS. An-Nahl: 97)

Kebahagiaan seorang mukmin semakin bertambah ketika dia semakin dekat dengan Tuhannya, semakin ikhlas dan mengikuti petunjuk-Nya. Kebahagiaan seorang mukmin semakin berkurang jika hal-hal di atas makin berkurang dari dirinya.

Seorang mukmin sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa. Dia menyadari bahwasanya dia memiliki Tuhan yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya.

Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

"Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman. Sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman. Jika dia mendapatkan kesenangan maka dia akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya. Namun jika dia merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah maupun dolar. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang manusia dalam dirinya. Hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan. Bahagia itu muncul dari dalam diri seseorang dan tidak bisa didatangkan dari luar.

Tanda Kebahagiaan

Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:

1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.

Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
1. Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
2. Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
3. Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
4. Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
5. Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.

Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan selamanya.

2. Sabar ketika mendapat cobaan.

Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa disebut orang yang benar-benar bersabar.
1.Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
2.Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
3.Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan
ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.

Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah kenikmatan.

3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.

Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakan.

Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan,
"Ada seorang yang berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka." Banyak orang bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas beliau menjelaskan:

"Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba.

Sebaliknya ada juga yang berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan 'saya sudah berbuat demikian dan demikian'.

Ternyata kebaikan yang dia kerjakan menyebabkan timbulnya `ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba.

Jika Allah masih menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya. Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan `ujub. Jika ini terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata".

Al Hasan al-Bashri mengatakan,
"Carilah kenikmatan dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran, jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup bagimu".

Malik bin Dinar mengatakan,
"Tidak ada kelezatan selezat mengingat Allah."

Ada ulama salaf yang mengatakan,
"Pada malam hari orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia. Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih lama di dunia ini".

Ulama salaf yang lain mengatakan,
"Aku berusaha memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya".

Ulama salaf yang lain mengatakan,
"Sejak 40 tahun lamanya aku merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan berakhirnya waktu malam dengan terbitnya fajar".

Ibrahim bin Adham mengatakan,
"Seandainya para raja dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang".

Ada ulama salaf yang lain mengatakan,
"Pada suatu waktu pernah terlintas dalam hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu mereka dalam kehidupan yang menyenangkan".

Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa,Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak".

Wallahu a'laam.

(Diterjemahkan dengan bebas dari As Sa'adah, Haqiqatuha shuwaruha wa asbabu tah-shiliha, cet. Dar. Al Wathan)

Wassalamualaikum Wr. Wb,

H. Umar Hapsoro Ishak

Makalah Studi Islam Intensif 2005.
Disusun oleh: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber : www.muslim.com

Hilangnya Pahala Sedekah


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Al- Baqarah:264)


Imam Ibnu Katsir mengatakan," Dalam ayat diatas Allah memberikan informasi bahwa pahala sedekah itu dapat hilang disebabkan karena diungkit-ungkit dan tindakan berupa menyakiti orang yang diberi sedekah setelah sedekah diberikan. Jadi, dosa mengungkit-ungkit dan menyakiti itu menyebabkan hilangnya pahala sedekah."

Beliau kemudian berkata,"Artinya janganlah kalian membatalkan pahala sedekah kalian dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitny a, sebagaimana tidak bernilainya sedekah orang riya. Orang yang riya adalah yang menampakkan sikap dihadapan orang lain bahwa dia ikhlas dalam beramal, padahal maksud sebenarnya adalah agar dia dipuji oleh orang lain atau agar tenar dengan sifat-sifat terpuji sehingga banyak orang yang mengagumi. Atau agar disebut sebagai orang dermawan dan maksud-maksud keduniawian lainnya. Orang yang riya tidak memiliki perhatian untuk taat kepada Allah, mencari ridha-Nya dan mengharap pahala-Nya yang berlimpah. Oleh karena itu, Allah berfirman yang artinya,"Dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al-Baqarah:164) .

Imam Ibnu Katsir juga menambahkan" Hujan tersebut meninggalkan batu besar tadi dalam keadaan kering mengkilat tanpa ada satupun debu diatasnya, bahkan seluruh debunya hilang. Demikianlah amal orang-orang yang riya, padahal amal tersebut hilang dan lenyap di sisi Allah meskipun terlihat memiliki amal dalam pandangan manusia. Namun amal tersebut tidaklah lebih bagaikan debu." (Tafsir Ibnu Katsir 1/246).

Dalam tafsirnya, Ibnu As-Sa'di mengatakan"Karena sifat kasih sayang dan lemah lembut yang Allah miliki, Allah melarang hamba-hamba- Nya menghapus pahala sedekah mereka dengan menyakiti dan mengungkit-ungkitny a. Sehingga dalam ayat ini terdapat dalil bahwa menyakiti dan mengungkit-ungkit suatu pemberian itu akan menyebabkan batalnya pahala suatu sedekah. Ayat diatas juga dapat dijadikan dalil bahwa amal kejelekan dapat menghapus amal kebaikan. Sebagaimana firman Allah, yang artinya, "Dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak menghapus amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari." (Al-Hujurat: 2).

Sebagaimana kebaikan itu dapat menghilangkan kejelekan, maka amal kejelekan pun dapat menghapus amal kebaikan yang semisal dengannya. Ayat di atas ditambah dengan ayat lain yang artinya,"Dan janganlah kamu merusak amal-amalanmu. "(QS. Muhammad:33) . Ayat ini merupakan dalil yang berisi anjuran untuk menyempurnakan dan menjaga amal dari segala sesuatu yang merusaknya agar amal tersebut tidak hilang sia-sia.

Kemudian beliau mengatakan maksudnya meskipun kalian pada awalnya bermaksud bersedekah dengan mengharap wajah Allah, namun gangguan dan mengungkit-ungkit itu tetap membatalkan pahala amal kalian bagaikan amal orang yang pamer, orang yang tidak menginginkan dengan amalnya itu keridhaan dari Allah dan kenikmatan di akhirat.

Amal karena riya tidaklah disangsikan adalah amal yang tertolak sejak awalnya, karena syarat diterimanya amal adalah dimaksudkan untuk mengharap ridha Allah semata. Sedangkan amal orang yang riya pada hakikatnya, adalah beramal untuk manusia bukan untuk Allah. Oleh karena itu, segala amalnya akan percuma dan usahanya sia-sia.

Permisalan yang tepat untuk orang ini, adalah batu keras dan mengkilat. Di atas batu tersebut terdapat debu, kemudian turunlah hujan yang deras sehingga tidak tersisa satupun debu diatasnya. Demikianlah permisalan orang yang beramal karena riya. Hatinya keras dan kasar bagaikan batu. Sedangkan sedekah yang dia lakukan atau amal shalihnya yang lain, laksana debu diatas sebuah batu.

Orang yang bodoh disamakan dengan keadaan batu itu. Ia akan beranggapan bahwa batu tersebut adalah tanah subur yang cocok untuk ditanami, akan tetapi ketika keadaan sebenarnya dari batu terungkap dengan hilangnya debu tersebut, maka nyata sudah bahwa amal orang tadi adalah tak ubahnya dengan fatamorgana. Sesungguhnya hatinya tidaklah cocok untuk tumbuh dan berkembangnya tanaman-tanaman. Bahkan riya yang ada dalam drinya serta keinginan-keinginan tercela lain, mencegah untuk dapat mengambil manfaat dengan amal yang dilakukan.

Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa mereka tidak mampu memanfaatkan sedikitpun amal yang telah mereka lakukan. Hal ini dikarenakan, mereka meletakkan amal tidak apada tempatnya dan menjadikan amal tersebut untuk makhluk yang semisal dengan mereka, yang tidak dapat mengatur bahaya dan manfaat untuk mereka.

Mereka telah berpaling dari beribadah kepada Dzat yang ibadah tersebut mampu mendatangkan manfaat untuk mereka sendiri. Oleh karenanya, Allah palingkan hati mereka dari hidayah. Mengingat hal tersebut, Allah mengakhiri ayat diatas denagn firmannya, yang artinya,"Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (Lihat tafsir As-Sa'di,hal 113-114)

Pesan yang Terkandung

Amal kejelekan mampu membatalkan pahala amal kebaikan.
Allah menganjurkan orang-orang yang beriman untuk menjaga dan menyempurnakan amal dari segala hal yang mampu merusaknya.
Mengungkit-ungkit pemberian, menyakiti orang yang diberi sedekah dan riya, merupakan penyebab terhapusnya pahala sedekah.
Orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, menyakiti orang beriman, dan orang yang pamer adalah orang yang dekat dengan kekafiran atau kufur denagn nikmat yang Allah berikan. Wallahu a'lam.
Sumber: Majalah Swaraquran Edisi N0. 3 Tahun ke-6, hal 16-19.

http://maramissetia wan.wordpress. com/2007/ 02/17/hilangnya- pahala-sedekah/